Menjadi Islam bukan berarti menjadi kearab-araban, sebab menjadi kearab-araban belum tentu Islam. Tapi ingat, Rasulullah saw itu orang Arab, dan Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab.
Kita mencintai Islam, mencintai Allah dan Rasulullah saw, mencintai Al-Qur’an, karenanya kita juga mencintai bahasa Arab, karena mustahil memahami agama Islam tanpa bahasa Arab.
Menjadi modern juga tidak harus kebarat-baratan, sebab barat juga belum tentu modern. Bagi Muslim, dimana ada hikmah, termasuk sains dan iptek, maka itu boleh saja diadopsi.
Kita tidak membenci barat, yang kita benci kedzaliman, termasuk bila itu yang melakukan adalah barat. Kita mencintai Islam, juga barat yang memeluk Islam, Islam itu fair.
Tapi yang jelas, menjadi Muslim berarti mengakui Allah sebagai Dzat satu-satunya yang layak disembah dan ditaati, artinya? Baginya tak ada hukum yang lebih layak dari hukum Allah.
Konsekuensinya? Semuanya ada setelah Allah dan Rasul-Nya. Apakah itu konstitusi, apakah itu perundangan, bahkan itu hidup manusia. Sebab kita semua dari dan kembali pada Allah.
Sebaliknya, bila ada yang mengaku Muslim, tapi malah menjadikan hukum Islam sebagai masalah, sebagai ancaman. Kita tanya, apakah Kitabullah dan Sunnah masih jadi rujukanmu?
Ditanya agamanya jawabnya Islam, tapi hukum Islam tidak tahu, ketaatan malah sulit, belajar juga malas, tapi berkata atas dasar Islam? Yang begini lebih pantas diabaikan saja.
Islam bukan Arab, sepakat, apalagi barat. Pertanyaannya, kenapa justru dijadikan kiblat untuk Islam? Supaya dikatakan modern dan moderat? Maaf kami tak termakan jebakan lama.